SECUPLIK KISAH TENTANG CINTA


Hidup itu mudah, tapi tidak semudah membalikkan telapak tangan. Aku belum benar-benar tau tentang hidup, entah dinamikanya, entah alurnya, entah hasil akhirnya. Yang aku tau, aku berproses untuk menjalaninya. Menanamkan segalanya yang terbaik yang aku bisa. Bukan hanya terbaik untukku, tapi juga untuk semua elemen yang ada di dalamnya. Segala dimensi yang akhirnya ikut berbicara, termasuk emosionalitas, rasionalitas, logika, dan perasaan. Sejak kecil, yang aku tau, aku selalu diajarkan untuk menjadi seseorang yang baik, jujur, dan apa adanya. Jika nantinya harus ada eksplorasi diri di dalamnya, itu bagian dari proses pengembangan diri yang kutentukan sendiri. Tapi ada satu, yang selalu ayah titipkan untukku, yang selalu dibuktikannya padaku, yang selalu aku rasakan sampai detik waktu aku menulis semua ini, yaitu CINTA. 

Ayah selalu berkata, bahwa tidak ada hal yang lebih penting dibandingkan dengan karunia dan hadiah terindah dari Tuhan untuknya, yaitu Bunda, dan anak-anaknya. Ayah selalu berkata bahwa aku adalah salah satu kado terbesar, termahal, dan terindah untuknya. Tidak ada yang bisa menggantikanku, sekalipun uang, karena aku adalah harta yang tak ternilai untuknya. Dari situ lah semua tulisan ini tercipta. Dari cinta. Ayah tidak menuduhku egois ketika aku berkeras pada pendirianku. Bukan karena ia sok baik atau mengalah, tapi karena cinta nya yang begitu besar.
Ayah tidak pernah mambiarkan aku untuk menangis. Jika emosionalitas melampaui batas garis kewarasanku, Ayah selalu menjadi sosok Imam yang bisa menenangkan. Bukan menyerang balik, melainkan memahami segala perbedaan yang ada. Pro dan kontra itu biasa, yang luar biasa adalah kepalangan dada untuk mau saling percaya, bahwa tidak akan ada darah yang saling menyakiti. Darah lebih kental daripada air. Untukku, ayah adalah segalanya. Aku tidak butuh orang lain lagi selain ayah dan bunda.
“Sampai usia senja, bahkan jika memang kita sudah harus berada di dua kehidupan yang berbeda sekalipun, percayalah bahwa Ayah akan selalu mencintai kamu melebihi apapun di dunia ini. Sekarang prioritas ayah adalah masa depanmu. Ayah akan selalu berada di belakangmu, untuk menjagamu. Ayah akan selalu berada di sampingmu, untuk menjadi sahabat yang tidak akan pernah mengkhianatimu. Ayah akan selalu berada di depanmu, supaya kamu jangan sampai mengambil langkah yang salah” begitu kata ayah.
Ayahku tidak pernah memikirkan kepentingannya sendiri. Karena untuknya, kebahagiaan itu datang dari dalam hati. Kebahagiaan yang sempurna adalah ketika melihat orang-orang yang kita sayangi juga merasa bahagia. Kebahagiaan yang abadi adalah ketika kamu mampu mencintai jiwamu sendiri dan jiwa orang lain. Bukan raga. Bukan tubuh. Tapi cinta, yang murni, suci, kekal, dan abadi.
“Ayah akan selalu tersenyum bangga padamu, atas segala cita-citamu yang pasti tercapai. Ayah akan menghadiri hari kelulusanmu, ayah akan selalu menjadi partnermu yang setia sampai kamu benar-benar siap dan matang untuk menyelami kehidupanmu selanjutnya. Kamu tau, sayang, kebahagiaan ayah adalah ketika melihatmu tertawa lepas tanpa beban, tersenyum manis tanpa paksa, dan air mata haru penuh kebahagiaan. Hanya itu, sayang. Ayah tidak akan pernah bisa memaafkan diri ayah sendiri jika harus membuatmu tersakiti, menderita, dan menangis..” masih kuingat jelas kata per kata yang selalu ayah katakan. Ayah, sumber kekuatanku untuk berdiri dan melanjutkan hidup. 
Ayah tidak pernah menghubung-hubungkan antara perasaan dan logika. Ayah selalu bisa mengklasifikasikan antara cinta dan rasa iba. Ayah selalu berkata bahwa di dalam keluarga, logika hanya akan dipakai sebagai pengantar kata, namun substansi yang berbicara adalah perasaan cinta sebagai anggota keluarga. Harta yang paling berharga untuk ayah adalah keluarga. Selalu terlihat dari sorot matanya yang begitu penuh dengan kelembutan. Ayah selalu memilih aku dibandingkan dengan ego nya. Dua puluh tahun berlalu dan masih sama. Ayah selalu memperlihatkan aku bagaimana menjadi orang tua yang baik dan bijaksana. 
“Ayah, jangan pernah meninggalkan aku” pintaku suatu hari.
“Ayah tidak akan pernah meninggalkan kamu. Bahkan sampai kamu beranak-cucu pun, ayah akan selalu ada untukmu. Ingat selalu pesan ayah, sayang, bahwa cinta itu tidak lekang oleh waktu. Meskipun suatu hari nanti raga ayah sudah tidak lagi ada di dunia ini, tapi jiwa ayah akan selalu mencintai kamu. Doa ayah untukmu akan selalu mengiringi segala jejak langkah hidupmu. Karena aku, Ayahmu, sangat mencintaimu” ayah memandangku dan menghujam ke kedua bola mataku. Aku tau, ayah sungguh-sungguh.
“Jika suatu hari nanti ada hal lain yang membahagiakan ayah, apakah ayah akan meninggalkan aku?” tanyaku kemudian.
“Sayang, hal yang paling membahagiakan untuk ayah adalah bisa bersama-sama dengan istri dan anak-anak ayah di sisa-sisa terakhir hidup ayah. Ayah tidak butuh hal lain. Harta sekalipun tidak akan bisa menggantikan kebahagiaan dan kehangatan sebuah keluarga. Bahkan kadang, kita sebagai manusia harus belajar dari binatang. Mereka tidak punya akal budi, tapi mereka punya esensi perasaan yang sangat luar biasa. Komitmen, dan kesetiaan. Ada cinta, untuk sebuah kebahagiaan” jawab Ayah membuatku meneteskan air mata.
Ayahku, memang sehebat itu. Ayahku memang luar biasa seperti itu. Tidak ada yang aku tambah-tambahkan, tidak ada yang aku tutup-tutupi. Jika aku harus menulis, inilah kenyataan yang ada. Ayahku tidak memihak, karena ia selalu berada di pihakku. Ayahku tidak memilih, karena aku bukan pilihan yang harus dipilih melainkan bagian dari pilihan hidupnya yang memang sudah melekat secara abadi. Tidak ada yang bisa memutus pertalian darah meski perceraian sekalipun. Ayahku adalah hadiah yang paling luar baisa yang pernah Tuhan berikan. Jika aku harus mengulang hidupku, aku akan tetap mencintai ayahku. Karena ia mencintai aku lebih dari apapun, dan lebih dari siapa pun. Karena ia memilih aku sebagai bagian terpenting dalam hidupnya. Karena ia, selalu menganggap keluarga ini begitu berharga.
Ayah, ini adalah secuplik kesan yang begitu mendalam untukku. Ayah, ini memang tentang dirimu. Terima kasih untuk segalanya. Terima kasih atas segala cinta dan kesetiaan yang ayah berikan dan ajarkan dan tularkan. Terima kasih untuk segala kebahagiaan yang ayah berikan sampai saat ini. Terima kasih karena tidak pernah egois, ayah. Terima kasih karena selalu mau bersabar dan mengerti dan bijaksana dalam mengahadapi aku, si kepala batu ini. Maafkan aku untuk segala keegoisanku, Ayah. Maafkan aku untuk segala yang aku perbuat, jika mungkin aku pernah menyakiti hati Ayah.
Ayahku, bukan pahlawan revolusioner, tapi selalu menjadi pahlawan terhebat di hatiku. Ayahku, bukan seorang superman, bukan juga seorang artis, bukan juga seorang miliyuner. Hanya satu yang aku selalu tau. Ayahku, adalah AYAH TERHEBAT DALAM HIDUPKU.
Aku mencintaimu, ayah. Ayah segalanya untukku. Hanya itu saja.

Jessica Kencana

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

1 comments:

Anonymous said...

Sangat mengharu biru, menginspirasi, dan membuka hati pikiran kita untuk saling sayang menyayangi rantai pertalian darah. Tq JK, tulisan yg simple tapi WOOWWW bgt...
KasjayaDewi

Post a Comment

OLDER POSTS